Kamis, 20 Agustus 2009

KONFLIK INTERNASIONAL MASA LALU KEMBALI MEWARNA DUNIA DAN ORGANISASI INTERNASIONAL ( PBB )

Di Tulis Oleh : Agustinus R Kambuya
Sejarah Konflik Sebelum Perang dunia II
Dunia sebelum Perang Dunia ke II meruapakn dunia yang anarki,berbagai fenomena konflik mewarnai kehidupan pada decade tersebut. Persoalan kepentingan nasional menyangkut kebuthan akan natural Resources yang menjadi jaminan bagi suatu negara untuk tetap surfife mendorng negara untuk berupaya memperolehnya. Namun di satu sisi negara tidak dapat memperoleh nya sendiri bahkan di dalam batas kedaulatannya .kebutuhan ini mendorong negara untuk mencarinya di lauar batas wilayahnya atau yang sering di kenal dengan ekspansi . ekspansi negara-negara di dasari pada dua faktor. yaitu di lanadasi oleh adanya upaya ekspansi untuk menguasai sumberdaya alam ( natural resources ) dan ekspansi dalam rangka penyebaran Ideologi. dalam situasi yang sama berbagai negara tetap mempertahankan kedaulatan nasional dan Ideologinya. sifat yang ekpansif dan difensif ini sering menimbulkan benturan, benturan yang lebih ekstrim adalah konflik .Beberapa kasus dapat menjadi contoh.Indonesia misalnya memepertahankan kedaulatan nasional dari ekspansi negara-negara Eropa ( Belanda ) mengakibatkan konflik yang berujung kepada kemerdekaan. Atau contoh lain perang anatar Amerika dan jepang,Unisoviet dan Amerika .atau dapat di refleksikan kembali perang anatara peradaban atau kerajan-kerajaan pada abad ke 10-15.
Realitas dunia yang demikian mendorng negara-negara di dunia berupaya untuk mempertahankan kedaulatanya dari ancaman ekspansi negara lain.berbagai perspektif muncul terkait dengan upaya untuk mepertahankan hidup (surfife) dan kedaulatannya , diantaranya perspektif yang menekanakan perlu adanya kekuatan nasional berupa senjata untuk melindungi kedaulatan nasional dari ancaman negara lain, di sisis lain kepemilikan senjata bukan hanya untuk melindungi kedaulatan nasional tetapi juga dapat menciptakan bergining negara tersebut di dunia internasional. Terwujud nya perspektif tersebut diyakini dapat menciptakan perdamaian dunia,karena tipa negara tidak dpata menyerang negara lain karena negara-negara tersebut memiliki kekuatan yang sama. Namun realitas yang tercipta bertolak belakang , perlobaan senjata menciptakan ketegangan antara negara bahkan konflik terbuka. Kondisi ini berlangsung sampai pada akhir perang dunia ke dua .
Kondisi perlobaan senjata pada decade tersebut mendorong kesadaran beberapa negara untuk mencari solusi dalam mengatasinya . Suatu puncak kemajuan yang di capai oleh negara-negara di dunia adalah di bentuknya Institusi Internasional bernama Liga bangsa-bangsa, yang kemudian berefolusi menjadi Organiasai Inetarnasional PBB. Organiasai ini secara fungsi ada untuk menjamin perdaimana dunia atau menciptakan aturan yang dapat mengatur kehidupan anatar negara ,menjamin secara hukum kedaulatan tiap-tiap negara.
Keberadaan Organisasi Internasional dalam perjalanan nya berhasil menciptakan perdamaian dunia , dan berhasil dalam menjamin berbagai hak sosial, dinatar nya demokrasi,hak asasi manusia dan lain sebagainya. Namun Eksistensi dan Konsistensi Organisasi internasional ini pada perkembangan nya kembali di warnai feomena yang sama yaitu konflik perlobaan senjata anatar Negara.
Siklus Konflik Sejarah Kembali terjadi di Era Globalisasi.
Adanya suatu aturan Internasional yang menjadi jaminan bagi masyarakat dunia , salah satunya adalah tidak di perbolehkannya pengunaan senjata pemusnah masal atau nuklir oleh negara-negara di dunia. namun pada kenyataanya beberpa negara di dunia tetap mengunakan bahkan ada yang mengabaikan hukum tersebut. Contohnya korea Utara, Cina, India , Iran dan beberapa negara lainya. Ketidak patuhan negara-negara tersebut di sebabkan karena adanya dasar pandangan bahwa organisasi internasional melaui aturan yang ada tidak lagi menjamin kedaulatan nasional suatu Negara. bahkan kedaulatan negara tersebut akan hilang apabila negara-negara tersebut tidak mampu melindunginya.
Ekspansi secara fisik maupun capital dan Ideologi terutama Ideologi Liberal yang menjadi dasar kebijakan Organisasi-Orgainisasi Internasional di asumsikan akan menyebakan negara tidak mempunyai kekuatan dalam melindungi hak politik,Ideologi dan ekonominya. Pandangan ini menjadi dasar kuat beberapa negara dalam mengembangkan senjata nuklirnya.

Perselisihan Iran dan Israel
Perselisahan anatara Iran dan Israel merupakan salah satu dari contoh berulang nya fenomena internasional di masa lalu .Iran menangap keberadaan nuklir Israel merupakan ancaman bahkan sebaliknya Israel mengangap pengembangan nuklir Iran merupakan ancaman . Padang ini mendorng kedua Negara untuk mengebangkan kekuatan senjata nuklirnya guna melindungi kedaulatannya. Sikap perlombaan kekuatan senjata ini menunjukan bahwa hanya Negara tertentu yang mampu menjamin keamanan kedaulatan nya,tanpa mengantungkan sepenuhnya kepada aturan Organisasi Internasional dan Organisasi Regional.
Relefansinya dengan Indonesia
Beberapa kasus diatas patut di jadikan bahan refleksi,bahwa Negara Indonesia yang letaknya strategis dan berdekatan dengan beberpa Negara tetanga perlu mendefenisikan kekuatan seperti apa yang di gunakan untuk melindungi kedaulatan nasional dari ekspansi Negara lain.
Menurut penulis beberapa pulau terdepan Indonesia yang hilang menjadi fakta bahwa penguatan militer TNI AU,AD dan AL merupakan factor utama dalam melindungi kedaulatan nasional.
Catatan . Email : Sirkulasi@republika.co.id
iklan@republika.co.id

Establishment of ASCOPE

In June 1975 PERTAMINA sent a proposal to the Heads of National Oil Companies and Government Institutions in charge of petroleum matters in the ASEAN region "to form cooperation within the field of oil industry among the ASEAN Member Countries." The proposal stated that "joint cooperation will have as main aim to assist the ASEAN countries in increasing their capabilities in all aspects and phases of the petroleum industry through mutual assistance."

As the ASEAN Member Countries showed positive response to the proposal, a preliminary meeting was held in Manilla on 5-6 September 1975 to discuss the proposal, followed with another meeting one month later in Jakarta-Indonesia on 13-14 October 1975 to materialize the cooperation. The meeting agreed to establish a Council of Petroleum among the ASEAN Member Countries called the ASEAN Council on Petroleum (ASCOPE).

On the 15th of October 1975, five founding countries (i.e. Indonesia, Malaysia, the Philippines, Singapore, and Thailand) signed the Declaration of Establishment and the Memorandum of Understanding of ASCOPE. Brunei Darussalam joined later in 1985. Vietnam became the seventh member of ASCOPE on November 5, 1996. Cambodia and Myanmar became ASCOPE members on 14 February, 2001.

The aims and purpose of ASCOPE (as underlined in both the ASCOPE Declaration of Establishment and, also, the Memorandum of Understanding) are strictly in line with the objectives of ASEAN as follows:

Promotion of active collaboration and mutual assistance in the development of petroleum resources in the region through joint endeavors in the spirit of equality and partnership
Collaboration in the efficient utilization of petroleum
Providing mutual assistance in personnel training and the use of research facilities and services in all phases of the petroleum industry
Facilitating exchange of information
Holding of Conferences and Seminars
Maintenance of close cooperation with existing international and regional organizations with similar aims and purposes.

Due to its specific technical and operational character, it was agreed that ASCOPE would operate independently of the ASEAN Secretariat. However, ASCOPE is to conduct its programs and activities within the ASEAN concept. In addition, ASCOPE will inform and liaise with the ASEAN Secretariat on its program and activities.

Beginning in 1980, ASCOPE activities were reported to the ASEAN Economic Ministers at the annual Energy Cooperation Meeting (AEM-EC). In addition, a yearly ASCOPE Annual Report is to be submitted to the ASEAN Secretariat after the holding of the ASCOPE Council Meeting.

Within ASCOPE, Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, and Vietnam are oil producing members. Singapore holds a unique position as the crude processing center and the Philippines and Thailand are considered oil consuming countries.